
Medan, PERTIWI NEWS – Advokat senior Salim Halim, S.H., M.H dan Tim turun langsung mendampingi Joeng Chai, seorang WNI yang baru kembali dari Jepang, dalam perjuangannya melawan dugaan praktik mafia tanah yang merampas hak atas rumah miliknya di Medan. Salim menilai kasus ini bukan hanya soal sengketa perdata, tetapi juga berpotensi menyeret praktik mafia yang mengancam ketertiban hukum dan rasa keadilan publik.
Kasus yang menyeret rumah milik Joeng Chai di Jl. Lahat, Kelurahan Sei Rengas II, Medan, bermula saat ia berada di Jepang sejak 2018. Tanpa sepengetahuannya, pada 2021, rumah tersebut diduga dijual secara sepihak oleh almarhum istrinya, Tio Liyen, kepada pihak lain. Joeng Chai mengaku tak pernah menandatangani dokumen apa pun, baik Minuta Akta maupun Akta Jual Beli (AJB), dan tidak pernah diberi akses terhadap dokumen penting.
Setelah kembali ke Indonesia pada 2022, Joeng Chai mendapat kabar bahwa rumahnya telah beralih nama kepada seseorang bernama Kevin Tiopan.
Ia menduga ada praktik jual-beli ilegal yang melibatkan oknum tertentu. Kecurigaan semakin menguat karena sejak itu keluarganya terus mendapat tekanan, bahkan ia menyebut pernah mengalami kejadian tragis ketika anaknya diduga disandera oleh pihak yang berkepentingan dalam sengketa tersebut.
Tak hanya itu, Joeng juga menaruh kecurigaan terhadap kematian istrinya, yang menurutnya menyimpan tanda tanya besar. Ibunda mertuanya, Tio Ek Hua (87 tahun), turut melaporkan kepada aparat penegak hukum bahwa ada upaya eksekusi rumah mereka yang dilakukan secara paksa dan tidak sah secara hukum.
Rencana eksekusi oleh Pengadilan Negeri Medan pada awalnya pada, 30 Januari 2025, yang bertepatan dengan Hari Raya Imlek, sempat ditunda atas permintaan Joeng Chai. Namun, surat eksekusi baru kembali muncul melalui surat Nomor 6824/PAN/O3/PN/W2/U1/HK.2.2/VI/2025 tertanggal 2 Juni 2025. Salim Halim secara tegas menyatakan bahwa langkah eksekusi tersebut harus ditolak karena proses hukum pokok perkara masih berlangsung.
“Kami melihat ada indikasi kuat bahwa ini bukan sengketa biasa. Ada dugaan mafia tanah bermain di balik peralihan hak milik rumah klien kami. Proses penjualan cacat hukum karena dilakukan tanpa persetujuan sah dari pemilik, dan dokumen penting tidak pernah diserahkan. Kami minta negara hadir,” tegas Salim Halim.
Salim dan tim hukum berencana membawa kasus ini hingga ke pemerintah pusat, termasuk kepada Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, serta Komisi III DPR RI dan Komisi Yudisial. Ia menekankan bahwa perlindungan terhadap warga negara dari praktik mafia tanah merupakan tanggung jawab konstitusional negara.
Joeng Chai, yang selama bertahun-tahun bekerja sebagai tenaga kerja profesional di Jepang, mengaku selalu rutin mengirim dana sebesar Rp20 juta per bulan untuk keluarganya di Medan. Ia menganggap perlakuan ini sangat tidak adil, mengingat seluruh pengorbanannya demi keluarga.
“Saya tidak pernah menyangka rumah yang saya bangun dengan susah payah, hasil kerja saya di luar negeri, bisa dirampas begitu saja. Saya percaya keadilan masih ada. Saya mohon kepada Bapak Presiden Prabowo dan Wakil Presiden Gibran, lindungi kami rakyat kecil dari mafia yang ingin menguasai hak kami,” ujar Joeng Chai dengan nada haru.
Ia juga menyerukan agar Pengadilan Negeri Medan menunda seluruh rencana eksekusi sampai ada putusan inkracht atau berkekuatan hukum tetap. Joeng bertekad untuk mempertahankan hak keluarganya dan menyuarakan keadilan hingga titik darah penghabisan.
Kasus ini menjadi potret nyata betapa masih banyaknya warga negara yang harus berhadapan dengan praktik-praktik hukum yang diduga sarat manipulasi. Masyarakat kini menanti apakah pemerintah pusat, khususnya pasangan Presiden Prabowo dan Wapres Gibran, akan bersuara dalam membela hak-hak rakyat terhadap praktik mafia tanah yang makin meresahkan..
Perlindungan Presiden dan Wapres Diharapkan Jadi Tonggak Penegakan Hukum Berkeadilan
Kasus Joeng Chai bukan hanya tentang perebutan aset, melainkan mencerminkan persoalan sistemik terkait lemahnya pengawasan atas dokumen pertanahan dan rawannya penyalahgunaan kekuasaan oleh oknum. Praktik mafia tanah yang secara eksplisit telah disebut oleh Presiden Joko Widodo selama dua periode pemerintahannya nyatanya masih menghantui masyarakat, bahkan pasca pergantian pemerintahan.
Dengan telah dilantiknya Presiden Prabowo Subianto dan Wapres Gibran Rakabuming Raka, harapan publik kembali menguat untuk melihat tindakan tegas terhadap mafia tanah. Melalui kasus Joeng Chai, Salim Halim dan tim hukum berharap agar pasangan kepala negara yang baru bisa menunjukkan keberpihakannya terhadap rakyat kecil yang menjadi korban praktik mafia dan manipulasi hukum.
“Kami tidak ingin hanya berhenti pada proses hukum formal. Ini adalah ujian awal bagi pemerintah baru untuk memperlihatkan keberpihakan terhadap keadilan. Jika rakyat kecil seperti Joeng Chai bisa dibungkam oleh kekuasaan uang dan jaringan mafia Cs diduga tak berperikemanusiaan, maka ini menjadi ancaman serius bagi tatanan hukum nasional,” ujar Salim Halim dalam keterangan terpisah.
Salim menambahkan bahwa kehadiran Presiden dan Wakil Presiden dalam memberi perhatian terhadap kasus ini kami optimis bisa menjadi sinyal kuat bahwa negara tidak tunduk pada mafia, serta bentuk nyata dari slogan “Negara Hadir Melindungi”.ungkapnya.
Langkah hukum pun tengah disusun tidak hanya melalui jalur perdata, tapi juga akan dibawa ke ranah pidana, etik, dan pengawasan institusional. Laporan akan disiapkan untuk dikirim ke:
Komisi Yudisial, terkait dugaan pelanggaran etik peradilan,
Komisi III DPR RI, untuk fungsi pengawasan dan penggalangan dukungan legislatif,
Serta ke Kementerian ATR/BPN, agar dilakukan audit terhadap seluruh proses peralihan sertifikat rumah Joeng Chai.(**)